Ilmu akhlak sebagaimana ilmu yang lain juga mengalami
pertumbuhan dan juga perkembangan pada setiap masanya. Banyak pertanyaan
mengenai kapankah mulai dibicarakannya imu akhlak? Siapa yang mengembangkan
ilmu tersebut? dan sudah sejauh manakah perkembangannya hingga saat ini? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, kita harus kembali kezaman dimana ilmu tersebut
belum tercipta.
1.
Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam
Yang pertama adalah akhlak pada bangsa Yunani. Pada masa Yunani,
pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak dimulai setelah munculnya paham Sophisticians,
yaitu orang yang bijaksana, yaitu pada masa 500-450 sebelum Masehi. Sebelum
masa tersebut bangsa Yunani tidak membicarakan ilmu akhlak, karena mereka
memfokuskan diri untuk mengkaji tentang ilmu alam.
Dasar yang digunakan oleh para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak
yaitu pemikiran filsafat merreka tentang manusia. Hal ini menunjukkan bahwa
ilmu akhlak pada bangsa Yunani didasari oleh pemikiran filsafat yang erat
kaitannya dengan bangsa mereka.
Bangsa Yunani menyebutkan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu yang fitri,
yang akan ada dengan adanya manusia sendiri, dan hasil yang didapatkannya adalah
ilmu akhlak yang berdasarkan pada logika murni.
Sejarah menyebutkan bahwa Socrates merupakan perintis ilmu akhlak, karena
ia yang pertama kali dengan sungguh-sungguh berusaha membentuk pola hubungan
antarmanusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Socrates menyebutkan bahwa akhlak
yang paling utama yaitu ilmu itu sendiri. Maksudnya adalah akhlak yang paling
utama adalah berilmu, dan akhlak yang paling tercela adalah bodoh. Alasannya
adalah karena orang yang bodoh tidak bisa menolong dirinya sendiri, apalagi
menolong orang lain. hal ini dikemukakan oleh Ibn Sina, yaitu salah satu tokoh
filsafat islam yang terkemuka.
Setelah Socrates, muncul dua golongan yang mengaku sebagai pengikutnya.
Golongan tersebut yaitu golongan Cynics dan Cyrenics. Golongan Cynics
dibangun oleh Antithenes (444-370 SM). Menurut golongan ini,
ketuhanan itu bersih dari kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah yang
berperangai ketuhanan. Sedangkan golongan kedua, Cyrenics dibangun oleh Aristippus
yang lahir di Cyrena. Golongan ini berpendapat bahwa mencari kelezatan dan
menjauhi kepedihan adalah satu-satunya tujuan hidup yang benar. Menurut mereka,
yang memiliki tingkat kelezatan yang lebih tinggi merupakan sesuatu yang lebih
utama.
Kedua golongan tersebut membicarakan hal yang sama, yaitu perbuatan baik,
utama dan mulia. Namun kedua golongan ini memiliki tolok ukur yang berbeda.
Jika golongan Cynics memusatkan diri kepada Tuhan, maka golongan Cyrenics
memusatkan diri kepada manusia.
Setelah Socrates, muncul Plato yang juga murid dari Socrates. Pandangan
Plato terhadap akhlak didasarkan pada teori contoh. Menurut Plato, apa
yang terdapat pada lahiriah sebenarnya telah ada contohnya terlebih dahulu,
sehingga yang lahiriah atau yang tampak ini hanyalah bayangan dari contohnya
yang tidak tampak (alam rohani atau alam idea).
Setelah Plato, muncul muridnya yang bernama Aristoteles yang berpendapat
bahwa tujuan akhir yang dikehendaki manusia adalah kebahagiaan. Jalan untuk
meraih kebahagiaan ini menurutnya adalah dengan menggunakan akal dengan
sebaik-baiknya. Aristoteles merupakan seseorang yang membawa teori pertengahan.
Dia berpendapat bahwa setiap keutamaan adalah tengah-tengah diantara dua
keburukan. Contohnya adalah dermawan merupakan tengah-tengah dari boros dan
kikir, keberanian adalah tengah-tengah dari membabi buta dan takut.
Demikian penjelasan tentang sejarah ilmu akhlak pada masa Yunani.
Keseluruhan pendapat para pemikir yunani tesebut dapat kita ikuti sepanjang
pendapat tersebut tidak bertentangan dengan al-Quran dan al-Sunnah.
Yang kedua yaitu perkembangan akhlak pada agama Nasrani. Agama ini
mulai tersebar di kalangan eropa pada akhir abad ke tiga Masehi. Ajaran agama
ini membawa pokok-pokok ajaran akhlak
yang bersumber dari kitab Taurat dan Injil. Agama ini berpendapat bahwa Tuhan
adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang membentuk dan menentukan patokan-patokan
akhlak yang harus dipelihara dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari
dimasyarakat.
Menurut agama Nasrani sesuatu dikatakan baik jika hal itu disukai oleh
Tuhan dan kita harus berusaha melakukannya dengan sebaik-baiknya pula. Selain
itu agama Nasrani mengatakan bahwa yang mendorong perbuatan baik adalah cinta
dan juga iman kepada Tuhan yang
bersumber pada petunjuk yang ada di kitab Taurat. Kemudian agama Nasrani
menjadikan roh sebagai kekuasaan yang dominan terhadap diri manusia, yaitu
suatu kekuasaan yang dapat mengalahkan hawa nafsu syahwat. Oleh karenanya
kebanyakan para pengikut pertama dari agama ini suka menyiksa dirinya, menjauhi
dunia yang fana, beribadah, zuhud dan hidup menyendiri.
Yang ketiga yaitu akhlak pada bangsa Romawi (abad pertengahan). Pada
masa ini, kehidupan masyarakat dikuasai oleh gereja. Segala sesuatu yang
bertentangan dengan gereja akan mereka buang jauh-jauh. Jika ada yang menentang
doktrin dari gereja, maka mereka akan dihukum. Banyak para ahli filsafat yang
pemikirannya berbeda dengan gereja yang dihukum mati pada saat itu. Hanya
pemikiran filsafat yang sejalan dengan gereja yang boleh dipakai.
Ajaran akhlak pada abad pertengahan ini adalah perpaduan antara ajaran
Yunani dan Nasrani. Diantara tokohnya adalah Aberald yang berasal dari Prancis
dan Thomas Aquinas yang berasal dari Italia. Keduanya adalah para ahli filsafat
yang menggabungkan pemikiran filsafat mereka dengan pemikiran agama.
Yang keempat yaitu akhlak pada bangsa Arab Pra-islam. Sebelum
datangnya Islam, bangsa Arab tidak memiliki pemikir dalam bidang filsafat yang
dapat mempengaruhi pemikiran mereka. Ajran akhlak yang ada pada bangsa Arab
pra-islam hanya ada pada syair-syair yang dikarang oleh para ahli syair dan
juga ahli hikmah. Karena pada masa ini, bangsa Arab hanya memiliki para ahli
hikmah dan penyair.
Ajaran akhlak pada bangsa Arab saat itu dapat dijumpai dalam syair dan kata
hikmah yang memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhi keburukan, serta
manghindari perbuatan tercela dan hina. Hal ini dapat ditemukan dalam kata-kata
hikmah yang ditulis oleh Luqmanul Hakim, Aktsam bin Shaifi dan dalam syair
karangan Zuhair bin Abi Sulma dan Hakim al-Thai.
2.
Akhlak Pada Agama Islam
Ajaran akhlak menemukan bentuk yang absolut dalam ajaran agama islam.
Ajaran islam memusatkan ajaran akhlak kepada Tuhan dan juga akal manusia.
Artinya ajaran ini merupakan penggabungan antara ajaran Cynics dan Cyrenics
dalam hal ukurannya. Ajaran akhlak dalam islam bersumber dari Al-Quran dan
Sunnah dari Rasulullah SAW. Dalam al-Quran dijelaskan mengenai konsep akhlak
yang terpuji dan tidak bertentangan dengan akal manusia.
Selanjutnya Al-Thabathabi mengatakan terdapat tiga jalan yang harus
ditempuh manusia sesuai dengan kandungan dalam al-Quran. Yang pertama yaitu
menurut petunjuk al-Quran, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada
kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Yang kedua
perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu
kerangka peraturan dan hukum tertentu. Dan yang ketiga jalan hidup terbaik dan
terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi
dan dorongan hawa nafsu.
Abuddin Nata dalam bukunya yang berjudul Akhlak Tasawuf mengatakan
bahwa akhlak dalam islam memiliki dua corak. Yang pertama akhlak yang bercorak
normatif yang bersumber dari al-Quran dan Sunnah. Akhlak model pertama ini
bersifat universal dan absolut. Sedangkan yang kedua, akhlak yang bersifat
rasional dan kultural yang didasarkan pada hasil pemikiran yang sehat serta
adat-istiadat dan kebudayaan yang berkembang. Akhlak model kedua ini bersifat
relatif, nisbi dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
3.
Akhlak Pada Zaman Baru
Zaman ini dimulai sejak akhir abad kelima belas Masehi.
Pada masa ini, bangsa Eropa sudah mulai bangkit dari cengkeraman gereja.
Peningkatan terjadi secara signifikan dalam bidang filsafat Yunani, ilmu pengetahuan
dan juga teknologi. Hal ini terjadi karena mereka sudah mulai melepaskan diri
dari dogma kristiani, khayal dan mitos yang mulai diganti dengan peran akal
pikiran yang lebih dominan. Mereka mulai bertindak dan berpikir secara liberal
dengan cara meneliti, mengkritik dan memperbaharui segala hal yang tadinya
sudah dianggap mapan.
Dalam bidang akhlak, patokan baik dan buruk yang tadinya
berdasarkan pada dogma gereja mulai ditinggalkan dan diganti dengan berdasar
kepada pandangan ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman empirik. Hal ini
kemudian memunculkan etika dan moral yang berbasis pada pemikiran akal pikiran.
Hal ini akan menimbulkan sifat yang individualis, mandiri dan inovatif pada
masyarakatnya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pandangan
akhlak pada zaman baru tersebut cenderung kearah sekuler yaitu dengan cara
memisahkan pandangan akhlak dari agama. Mereka memandang akhlak hanya bersumber
dari pemikiran manusia saja. Tokoh-tokoh pemikir akhlak pada masa ini
diantaranya adalah Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, John Stuart Mill
Kant dan Bertrand Russel.
No comments:
Post a Comment