Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah serta Alat
Untuk Mencapai Mahabbah
1.
Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah
Mahabbah
berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang artinya mencintai
secara mendalam. Lawan dari kata mahabbah yaitu al-baghd yaitu benci.
Mahabbah dapat juga berarti al-wadud yaitu sangat kasih atau penyayang.
Mahabbah
dalam tasawuf berarti usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang untuk
mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak,
yaitu kecintaan kepada Allah. Mahabbah adalah cinta yang tanpa diikuti dengan
harapan pada hal-hal yang bersifat duniawi.
Dari
segi tingkatnya, mahabbah memiliki tiga macam, yaitu mahabbahnya orang biasa,
mahabbahnya orang siddiq dan mahabbahnya orang yang arif. Mahabbah orang biasa
berupa selalu mengingat Allah dengan dzikir, selalu menyebut nama Allah dan
selalu memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Allah. Selanjutnya
mahabbahnya orang siddiq yaitu cinta orang yang telah mengenal Allah, mengenal
kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya dan lain-lain yang berupa cinta
yang dapat membukakan tabir yang memisahkan diri seseorang dengan Allah
sehingga ia dapat mengetahui rahasia yang ada pada Allah. Sedangkan cintanya
orang yang arif adalah cinta orang yang tahu betul tentang tuhan, artinya bukan
lagi cinta yang dirasa, melainkan diri yang dicintai, dan akhirnya sifat yang
dicintai masuk kedalam diri yang mencintai.
Selanjutnya
mahabbah sering kali dihubungkan dengan ma’rifah, baik dalam kedudukan maupun pengertiannya.
Ma’rifah adalah tingkat pengetahuan kepada Allah dengan melalui mata hati atau
qalbu. Al-Ghazali mengatakan bahwa mahabbah merupakan manifestasi dari ma’rifah
kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa ma’rifah pada hakikatnya sama dengan
mahabbah tingkat kedua. Sedangkan mahabbah yang dimaksud adalah mahabbah
tingkat ketiga. Artinya, mahabbah memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
ma’rifah.
2.
Alat Untuk Mencapai Mahabbah
Manusia
memiliki potensi rohaniah yang memungkinkan dirinya untuk mencapai mahabbah.
Harun Nasution mengatakan alat untuk memperoleh ma’rifat oleh sufi disebut sir.
Beliau juga mengatakan bahwa ada tiga alat dalam diri manusia yang dapat
dijadikan alat untuk berhubungan dengan Allah. Yang pertama yaitu qalb
atau hati sanubari, yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui sifat-sifat
Allah. Yang kedua yaitu ruh sebagai alat yang digunakan untuk mencintai
Allah. Dan yang terakhir atau yang ketiga yaitu sir yaitu alat untuk
melihat Allah. Sir lebih halus dari ruh, dan ruh lebih
halus dari qalb. Sir bertempat di ruh, dan ruh bertempat
di qalb. Sir timbul dan dapat menerima iluminasi dari Allah jika ruh
dan qalb telah suci
sesuci-sucinya dan kosong sekosong-kosongnya dan tidak berisi apapun kecuali
Allah.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa alat untuk mencapai Mahabbah adalah
ruh yang sudah suci dari dosa dan maksiat, serta telah kosong dari kecintaan
kepada segala hal selain Allah.
Manusia
sudah dianugerahi ruh sejak mereka masih dalam kandungan. Hal ini didapatkan
dari keterangan salah satu hadits yang artinya
”sesungguhnya dilakukan penciptaannya dalam kandungan ibunya, selama empat
puluh hari dalam bentuk nutfah (segumpal darah), kemudian menjadi alaqah
(segumpal daging yang menempel), pada waktu yang juga empat puluh hari,
kemudian dijadikan mudghah (segumpal daging yang telah berbentuk), pada waktu
yang juga empat puluh hari, kemudian Allah mengutus malaikat untuk
menghembuskan ruh kepadanya. (HR. Bukhari Muslim).”
Hadits
tersebut menjelaskan bahwa manusia sudah diberi ruh ketika mereka berusia empat
bulan dalam kandungan ibunya. Hadits lain mengatakan bahwa pada waktu empat
puluh hari yang ketiga tersebut Allah akan mengutus malaikat Jibril untuk
meniupkan ruh kedalam daging yang telah berbentuk tersebut, sehingga daging
tersebut menjadi bernyawa.
Pada
dasarnya ruh memiliki watak tunduk dan patuh kepada Allah. Ruh yang wataknya
demikian itulah yang kemudian digunakan para kaum sufi untuk mencintai Allah.
akan tetapi dalam mengarungi kehidupan di dunia, banyak sekali manusia yang
tidak lagi berada dalam kondisi ruh yang demikian itu. Ruh yang demikian itu
disebut sebagai fitrah. Yaitu ruh yang masih suci dan bersih dari segala
perbuatan dosa dan maksiat. Oleh karena itu, untuk mencapai tahapan mahabbah,
kita perlu mensucikan ruh kita dari segala perbuatan yang tidak baik.
Demikian
artikel kita kali ini, semoga dapat membantu teman-teman sekalian dalam
memahami mahabbah. Semoga artikel ini dapat membantu kita semua untuk mencapai
mahabbah, agar senantiasa kita mencintai Allah dalam hati.
No comments:
Post a Comment