Tuesday, 25 April 2017

Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah serta Alat Untuk Mencapai Mahabbah



Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah serta Alat Untuk Mencapai Mahabbah
1.     Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah
Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang artinya mencintai secara mendalam. Lawan dari kata mahabbah yaitu al-baghd yaitu benci. Mahabbah dapat juga berarti al-wadud yaitu sangat kasih atau penyayang.
Mahabbah dalam tasawuf berarti usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak, yaitu kecintaan kepada Allah. Mahabbah adalah cinta yang tanpa diikuti dengan harapan pada hal-hal yang bersifat duniawi.
Dari segi tingkatnya, mahabbah memiliki tiga macam, yaitu mahabbahnya orang biasa, mahabbahnya orang siddiq dan mahabbahnya orang yang arif. Mahabbah orang biasa berupa selalu mengingat Allah dengan dzikir, selalu menyebut nama Allah dan selalu memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Allah. Selanjutnya mahabbahnya orang siddiq yaitu cinta orang yang telah mengenal Allah, mengenal kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya dan lain-lain yang berupa cinta yang dapat membukakan tabir yang memisahkan diri seseorang dengan Allah sehingga ia dapat mengetahui rahasia yang ada pada Allah. Sedangkan cintanya orang yang arif adalah cinta orang yang tahu betul tentang tuhan, artinya bukan lagi cinta yang dirasa, melainkan diri yang dicintai, dan akhirnya sifat yang dicintai masuk kedalam diri yang mencintai.
Selanjutnya mahabbah sering kali dihubungkan dengan ma’rifah, baik dalam kedudukan maupun pengertiannya. Ma’rifah adalah tingkat pengetahuan kepada Allah dengan melalui mata hati atau qalbu. Al-Ghazali mengatakan bahwa mahabbah merupakan manifestasi dari ma’rifah kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa ma’rifah pada hakikatnya sama dengan mahabbah tingkat kedua. Sedangkan mahabbah yang dimaksud adalah mahabbah tingkat ketiga. Artinya, mahabbah memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari ma’rifah.
2.     Alat Untuk Mencapai Mahabbah
Manusia memiliki potensi rohaniah yang memungkinkan dirinya untuk mencapai mahabbah. Harun Nasution mengatakan alat untuk memperoleh ma’rifat oleh sufi disebut sir. Beliau juga mengatakan bahwa ada tiga alat dalam diri manusia yang dapat dijadikan alat untuk berhubungan dengan Allah. Yang pertama yaitu qalb atau hati sanubari, yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui sifat-sifat Allah. Yang kedua yaitu ruh sebagai alat yang digunakan untuk mencintai Allah. Dan yang terakhir atau yang ketiga yaitu sir yaitu alat untuk melihat Allah. Sir lebih halus dari ruh, dan ruh lebih halus dari qalb. Sir bertempat di ruh, dan ruh bertempat di qalb. Sir timbul dan dapat menerima iluminasi dari Allah jika ruh dan  qalb telah suci sesuci-sucinya dan kosong sekosong-kosongnya dan tidak berisi apapun kecuali Allah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa alat untuk mencapai Mahabbah adalah ruh yang sudah suci dari dosa dan maksiat, serta telah kosong dari kecintaan kepada segala hal selain Allah.
Manusia sudah dianugerahi ruh sejak mereka masih dalam kandungan. Hal ini didapatkan dari keterangan salah satu hadits yang artinya
”sesungguhnya dilakukan penciptaannya dalam kandungan ibunya, selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah (segumpal darah), kemudian menjadi alaqah (segumpal daging yang menempel), pada waktu yang juga empat puluh hari, kemudian dijadikan mudghah (segumpal daging yang telah berbentuk), pada waktu yang juga empat puluh hari, kemudian Allah mengutus malaikat untuk menghembuskan ruh kepadanya. (HR. Bukhari Muslim).”
Hadits tersebut menjelaskan bahwa manusia sudah diberi ruh ketika mereka berusia empat bulan dalam kandungan ibunya. Hadits lain mengatakan bahwa pada waktu empat puluh hari yang ketiga tersebut Allah akan mengutus malaikat Jibril untuk meniupkan ruh kedalam daging yang telah berbentuk tersebut, sehingga daging tersebut menjadi bernyawa.
Pada dasarnya ruh memiliki watak tunduk dan patuh kepada Allah. Ruh yang wataknya demikian itulah yang kemudian digunakan para kaum sufi untuk mencintai Allah. akan tetapi dalam mengarungi kehidupan di dunia, banyak sekali manusia yang tidak lagi berada dalam kondisi ruh yang demikian itu. Ruh yang demikian itu disebut sebagai fitrah. Yaitu ruh yang masih suci dan bersih dari segala perbuatan dosa dan maksiat. Oleh karena itu, untuk mencapai tahapan mahabbah, kita perlu mensucikan ruh kita dari segala perbuatan yang tidak baik.
Demikian artikel kita kali ini, semoga dapat membantu teman-teman sekalian dalam memahami mahabbah. Semoga artikel ini dapat membantu kita semua untuk mencapai mahabbah, agar senantiasa kita mencintai Allah dalam hati.

No comments:

Post a Comment