Secara etimologis pengertian tasawuf sendiri masih di
perselisihkan oleh para ahli, karena adanya perbedaan pandangan mereka mengenai
asal usul tasawuf itu sendiri. Ada sebagian para ahli mengatakan bahwa kata
tasawuf berasal dari kata shaff yang artinya barisan dalam sholat
berjamaáh. Dan ada juga yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shafwah yang berararti terpilih atau terbaik.
Tasawuf itu sendiri ada juga yang mengatakan berasal dari kata shafa atau shafwu yang artinya bersih atau
suci. Adapun pengertian tasawuf ada beragam pendapat yang disampaikan oleh para
tokoh sufi. Bahkan imam as-Suhrowardi, tokoh sufi mengatakan : “ada lebih dari
seribu pendapat yang disampaikan oleh toko sufi dalam mendefinisikan tasawuf”.
Perbedan dalam memaknai taswuf ini lebih disebabkan
karena parah tokoh sufi dalam memberikan makna, disesuikan dengan pengalaman
spiritualnya masing-masing.
1. TASAWUF AL-JUNAIDI
AL-BAGHDADI
Nama lengkapnya adalah abu Al-Qasim al-Junayd bin
Muhammad bin al-junaid al-Khazzaz al-Qawariri al-nahawandi al-baghdadi, dia
lahir dan wafat (297 H/910 M) dikota baghdad. Dalam bidang tasawuf selain
berguru pada pamanya Sari Al-Saqathi, dia juga berguru kepada Al Harits bin
Asaad Al-Muhasibi (165-123
H/ 781-856 M), dan yang lainya. Menurutnya: “Tasawuf adalah membersihkan
hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan akhlaq yang fitri,
menekan sifat basyariya (kemanusiaan), menjahui hawa nafsu, memberikan tempat
bagi sifat-sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu
yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberikan nasihat kepada umat ,
benar-benar menepati janji kepada Allah SWT, dan mengikuti syariat Rasulullah
SAW”.
Al-Junaidi disepakati sebagai ulama yag brdiri di persimpangan jalan. Semua kalangan
menerima mazhab yang dibangunya.
Menurut sejarawan sebagian ulama, ada empat faktor
yang mengantarkan madhzab al-junaidi menjadi standard dalam tasauf Ahlusunnah
Waljama’ah sehingga al-junaidi menjadi satu-satunya figur yang berhak
menyandang gelar ” syaikh
al-tha’ifah al-shufiyyah wa sayyiduha’’.
Keempat factor tersebut adalah :
1. Konsistensi Al-Kitab dan Sunnah
Penguasanya terhadap bidang studi ilmu al-quran, hadis
dan fikih membawa pengaruh positif terhadaf junaidi untuk mebangun mazhabnya
diatas fondasi alquran dan sunnah. Diantara perkataan junaidi yang terkenal dan
dijadikan kaedah oleh kalangan shufi adalah kalimatnya yang berbunyi: “Ilmu
kami ini (tasawuf) dibangun dengan fundasi alkitabdn sunnah. Barang siapa yang
belum hafal al-quran, belum menulis hadis dan belajar ilmu agama secara
mendalam, maka ia tidak bisa dijadikan panutan dalam tasawuf”.
2. Konsistensi tehadap syari’ah
Junaidi juga membangun tasawufnya diatas fondasi
konsistensi terhadap syari’ah. Menurut junaidi seseorang yang melenceng dari
sunnah rasul, maka pintu kebaikan akan tertup baginya.
3.Kebersihan dalam
akidah
Al-Junaidi juga membangun mazhabnya diatas fondasi
akidah yang besih yakni akidah Ahlussunnsh Wal-jamaah. Dalam hal ini junaidi
mengatakan : “ pertama kali yang dibutuhkan oleh sseorang yang mendalami agama
adalah mengenal pencipta kepada makhluk, mengenalkaan kepada yang baru bagaiman
di menciptakanya, bagaimana pemulaan dirinya dan bagaimana pul setelah
kematianya, sehingga dia dapat membedakan antara sifat sang khalik dari sifat
makhluknya, mengesakanya dan mengakui akan kewajiban menaatinya.
4. Ajaran tasawuf yang moderat.
Al-Junaid membangun mazhabnya diatas fondasi ajaran
moderat, yang meruphkan cirri khas ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dalam hadis
dikatakan bahwa “sebaik-baik perkara adalah yang moderat”.
Jadi pada intinya, tasawuf adalah usaha untuk
menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT,
sehingga kehadiran Alloh SWT. senantiasa dirasakan secara sadar dalam
kehidupan. Menurut ajaran tasawuf, apabila seorang muslimin meningkatkan
kualitas pendekatan dirinya kepada Allah SWT, lebih dahulu ia harus memahami
syariat sebaik-baiknya. Dalam hal ini, harus mempelajari fiqh dalam segala
bidangnya secara baik yang meliputi bidang ibadah, muamalah, pernikahan,
warisan dan sebagainya ssesuai dengan yang telah dirumuskan dalam mazhab-mazhab
fiqh,yaitu mazhab hanafi, mliki, syafi’i, dan hanbali.
Imam Malik bin anas (w. 179 H./795 M.) pendiri madzab
Maliki, mengatakan: “Barang
siapa yang menjalani kehidupan tasawuf tanpa dilandasi oleh pengalaman fiqih,
maka ia akan menjadi zindiq (menyimpang dari agama yang benar), barang siapa
yang melaksanakan fiqh tanpa dilengkapi pengalaman tasawuf, ia telah fasiq
(banyak dosa), dan barang siapa yang melakukan keduanya secara seimbang, maka
ia telah meraih hakikat kebenaran”.
Selain junaidi kemi juga mengutip defenisi tasawuf menurut imam zakariya al-Anshori
: “ Tasauf mengajarkan cara
untuk menyucikan diri , meningkatkan akhlaq dan membangun kehidupan jasmani
maupun rohani untuk mencapai kehidupan abadi ”. Sesungguhnya
islam secara utuh adalah mengikuti apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Serta mengimaninya. Dan ajaran-ajaranya melalui para sahabat dan diteruskan oleh para
tabi’in, selanjutnya para ulama-ulama generasi berikutnya sampai pada masa
kita.
2. TASAWUF AL-GHAZALI
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
bin Muhammad al-Ghazali al Thusi. Dia lahirkan di kota Thus, pada tahun 450 H/
1058 M. Dalam ajaran tasaufnya, al-ghazali memilih tasawuf sunni yag
berdasarkan Alquran dan As-Shunnah Nabi ditambah dengan doktrin
Ahl-As-Sunnah wa
Al-Jama’ah. Dan tasawuf Al-Ghazali bercorak psiko-moral yang mengutamakan
pendidikan moral.
Selain belajar tasawuf kepada syaikh Yusuf
al-Nassaj(487 H/1094 M), beliau juga belajar tasawuf kepada Syaikh Abu Ali
al-Fadhal bin muhammad bin Ali al Farmadzi(477 H/108 M), dan beberapa guru
beliau yang lain. Ada tiga karangan Al-Ghazali yang menggambarkan corak
intelektual dan sosok kepribadian Al-Ghazali, yaitu:
1. Al-Munqidz
min Al-Dhalal (penyelamat dari kesesatan)
2. Tahafut Al-Falasifah
(runtuhnya para filosof)
3. Ihya’ Ulum Al-Din (menghdupkan
ilmu-ilmu agama)
Menurut Al-Ghaszali jalan menuju tasawuf dapat dicapai
dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa dan membersihkan diri dari moral
yang tercela sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain allah dan selalu
mengingatnya. Dan ia berpendapat bahwa sosok yang terbaik, jalan mereka adalah
yang paling benar, dan moral mereka adalah yang paling bersih sebab, gerak,dan
diam mereka, baik lahir maupun batin, diambil dari chaya kenabian.
Dlalam tasawufnya Al-Ghazali menilai negatif terhadap syathahat. Ia menganggap syahahat mempunyi dua
kelemahan yaitu:
1. Syahahat mengatakan bahwa allah dapat
disaksikan.
2. Syahahat merupakan hasil pemikiran yang kacau
dan hasil imajinasi
sendiri.
Al-Ghozali juga menolak paham hulul dan ittihad. Untuk mengantisipasi itu ia
mengeluarkan paham baru tentng ma’rifat, yaitu pendekatan diri kepada allah
tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya. Jalan menuju ma’rifat adalah perpaduan ilmu
dan amal, sedangkan buahnya adalah moral. Menurut Al-Ghazali ma’rifat adalah
mengetahui rahasia allah dan mengetaui peraturan-peraturan-Nya tentang segala
yang ada.
Dan begitu juga dalam memahami As-Sa’adah (kebahagian) dalam kitab Kimiya’ As-Sa’adah, Al-Ghazali juga menjelaskan bahwa
kebahagian itu sesuai denagn watak, sedangkan watak sesuai degan ciptaanya.
Nikmatnya mata terletak ketika melihat gambar yang bagus dan indah. Nikmatnya
telinga ketika bisa mendengar suara yang bagus dan merdu. Demmikian juga dengan
seluruh anggota tubuh , mempunyai kenikmatan tersendiri. Kenikmatan kalbu
sebagai alat ntuk memperoleh ma’rifat terletak ketika melihat allah.
Melihatn-Nya merupakan kenikmatnan yang paling agung dan tiada taranya.
Ada dua hal pokok tentang inti tasawuf yang disepakati
semua pihak, yaitu:
1.
Kesucian jiwa untuk menghadapi allah SWT yang maha suci.
2.
Upaya pendekatan diri kepada Allah SWT.